
Tahun ini teknologi tiga dimensi (3D) mulai menghinggapi hampir semua lini produk elektronik. Dari televisi, smartphone, kamera, konsol game, hingga mesin game portabel. Sudah siapkah dunia menyambut teknologi ini?
Menarik sekali melihat perkembangan teknologi 3D yang mulai populer sejak beberapa tahun lalu. Langkah studio film untuk merilis film 3D mendapat sambutan positif dari masyarakat.
Versi 3D Avatar arahan James Cameron sukses besar.Banyak film yang sebenarnya tidak layak untuk di 3D-kan,tapi tetap juga dibuat versi 3D-nya demi mengikuti dahaga pasar. Para vendor bergerak cepat, ingin membawa pengalaman 3D di bioskop ini langsung ke ruang tamu melalui kehadiran TV 3D.Tahun lalu raksasa elektronik seperti Samsung, Sony, dan LG beramai-ramai menjadi yang terdepan dalam menghadirkan teknologi 3D ke TV LCD. Dari situ, ”sihir” teknologi 3D ini seolah tidak terhenti. Ibarat virus, menyebar cepat ke berbagai lini produk elektronik lainnya. Untuk menggeser rivalnya PlayStation serta perlawanan dari iOS dan Android di pasar game portable,Nintendo memutuskan masuk ke segmen pasar yang tidak tersentuh sebelumnya, game 3D.
Konsol terbaru mereka,Nintendo 3DS yang mulai dipasarkan pada 27 Maret lalu, dibekali dengan layar khusus,bisa menampilkan gambar stereoskopik tanpa perlu mengenakan kacamata 3D. Teknologi baru ini sempat menuai kontroversi menyusul peringatan dari Nintendo yang menyebut anak-anak berusia di bawah 6 tahun agar tidak menggunakannya karena bisa merusak mata. Namun, belakangan optometrist (ahli mata) di Amerika justru mengatakan bahwa layar tersebut dapat mendeteksi kerusakan pada mata anak secara dini. ”Teknologi di 3DS bisa mengidentifikasi anak-anak di bawah 6 tahun yang membutuhkan terapi penglihatan,” kata Dr Michael Duenas, associate director untuk ilmu kesehatan dan kebijakan untuk American Optometric Association.
”Jika anak Anda tidak melihat efek 3D di 3DS, bisa jadi itu adalah tanda anak Anda menderita gangguan penglihatan seperti amblyipia atau mata malas,”tambahnya.
Ponsel 3D adalah produk yang paling mencuri perhatian di Cellular Telecommunications and Internet Association yang dihelat pada 22-24 Maret 2011 silam di Orlando, Amerika Serikat. Setidaknya ada dua vendor yang siap dengan teknologi ini, yakni HTC lewat EVO 3D dan LG Thrill (Optimus 3D) yang di-bundling dengan operator AT&T. Kedua smartphone dengan layar 4,3 inci itu sudah dibundling dengan kaca khusus sehingga pengguna tidak perlu lagi memakai kacamata untuk merasakan nuansa 3D.
HTC EVO 3D dan LG Thrill memiliki hambatan paralaks, lapisan yang di tempatkan di depan layar untuk menampilkan gambar stereoskopik (3D). Lapisan ini terdiri atas serangkaian celah kecil yang memungkinkan setiap mata melihat kumpulan pixel berbeda.
Mencipta Konten
Adapun yang paling menarik dari teknologi 3D adalah, pengguna tidak hanya jadi penikmat konten,juga menciptakannya. Thrill dan EVO 3D,misalnya, memungkinkan pengguna untuk memotret sekaligus membuat video 3D melalui lensa ganda beresolusi 5 MP. Tentu saja, hasil foto dan video itu hanya bisa dinikmati di kedua ponsel tersebut.Tidak bisa dikirim ke smartphone lain yangtidakmemilikilayar3D.Untuk bisa melihatnya di TV pun, harus menggu-nakan TV 3D. Jadi, tinggal berharap saja jika EVO ataupun Thrill nanti resmi dipasarkan, sudah banyak perangkat pendukungnya seperti TV atau lain-lainnya.
Namun, jika Anda ingin membagi video ke internet, ternyata fasilitasnya sudah tersedia. Sebab, sejak dua tahun lalu YouTube sudah memiliki layanan yang disebut You- Tube 3D. Pengguna bisa mengunggah video 3D dari ponsel, camcorder,atau alat lainnya. Sebelum memasarkan Optimus 3D, LG bahkan sudah menjalin kerja sama dengan YouTube 3D untuk memudahkan pengguna smartphone mengunggah hasil video mereka. Bukan tidak mungkin pula jika nanti Google mendorong layanan 3D ini dan membenamkannya dalam sistem operasi Android. Dan ujung-ujungnya akan berdampak signifikan pada ekosistem konten 3D. Apakah teknologi 3D akan berkembang? Jawabnya ya. Apakah teknologi itu akan menjadi standar untuk berbagai produk? Jawabnya ya dan tidak. Sebagian menilai bahwa fondasi 3D hanya sebagai fitur tambahan.
Tidak ada fitur 3D pun, pengalaman untuk mengonsumsi konten juga tidak akan terganggu. Selain itu,teknologi 3D yang ada saat ini ternyata memiliki kelemahan. Untuk bisa merasakan efek 3D,pengguna harus memosisikan diri tepat berada di depan layar. Miring sedikit saja, gambar yang dilihat pun jadi kabur. (techno.okezone.com)
{ 0 comments... read them below or add one }
Posting Komentar